NonStop Reading – artofthestates.org – Petrus: Tragedi Kekejaman Negara yang Mengguncang Negeri. Pada era Orde Baru di Indonesia, muncul fenomena yang dikenal dengan istilah “penembak misterius” atau sering disingkat menjadi “Petrus.” Peristiwa ini terjadi sekitar awal hingga pertengahan tahun 1980-an, tepatnya pada periode 1983-1985. Fenomena ini melibatkan aksi penembakan oleh pihak misterius yang diduga merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menangani kejahatan yang marak terjadi pada masa itu. Para korban Petrus sebagian besar adalah preman, residivis, dan pelaku tindak kriminal yang memiliki catatan kejahatan.
Latar Belakang Fenomena Petrus
Pada awal 1980-an, Indonesia tengah mengalami peningkatan angka kejahatan yang cukup tinggi, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta. Kejahatan ini dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Pemerintah Orde Baru, yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, memiliki kebijakan tegas dalam menanggulangi segala bentuk ancaman terhadap stabilitas, baik dalam bentuk kriminalitas maupun gerakan politik yang dianggap merongrong pemerintahan.
Pemerintah memutuskan untuk mengambil langkah ekstrem dengan mengerahkan aparat dalam operasi rahasia “penembak misterius” untuk menekan angka kriminalitas. Banyak pihak menduga bahwa militer atau kepolisian, atas perintah pemerintah, yang melancarkan aksi-aksi tersebut.
Modus Operandi dan Sasaran
Penembakan misterius ini memiliki pola yang mirip. Mereka menemukan para korban tewas dengan luka tembak di tempat-tempat umum atau di pinggir jalan. Pihak keamanan telah beberapa kali menangkap dan memperingatkan para korban ini, namun mereka tetap membandel. Korban dari fenomena Petrus umumnya adalah preman yang sudah menjadi “langganan” aparat keamanan. Mereka yang mengabaikan peringatan pihak berwenang menjadi target utama dalam operasi ini.
Dengan mengikat dan memberi tanda pada tubuh korban, pelaku seakan ingin menyampaikan pesan ancaman yang mengerikan. Hal ini menimbulkan ketakutan luas di kalangan masyarakat dan membuat para pelaku kriminal berpikir ulang untuk melakukan kejahatan.
Dampak Sosial dan Psikologis
Operasi Petrus menciptakan ketakutan besar di kalangan masyarakat, terutama di antara para pelaku kriminal. Mereka khawatir bahwa pemerintah benar-benar akan menggunakan tindakan ekstrem untuk memberantas kejahatan. Banyak di antara preman dan residivis yang akhirnya meninggalkan dunia kriminal atau pindah ke daerah lain untuk menghindari tindakan keras ini. Ancaman menjadi sasaran penembak misterius membuat beberapa penjahat yang meresahkan masyarakat memutuskan untuk menyerahkan diri.
Bukan hanya pelaku kriminal, masyarakat umum juga merasakan dampak psikologis yang mendalam akibat fenomena ini. Fenomena Petrus membuat masyarakat hidup dalam ketakutan dan ketidaknyamanan, terutama saat menemukan korban dengan luka tembak di tempat-tempat umum. Banyak keluarga mengalami kehilangan anggota keluarga akibat tuduhan kejahatan yang tidak terbukti kebenarannya.
Reaksi dan Kontroversi
Meski pemerintah mengklaim bahwa operasi Petrus berhasil menurunkan angka kriminalitas secara signifikan, fenomena ini tetap menuai kontroversi. Beberapa pihak menilai bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia karena dilakukan secara sewenang-wenang. Para aktivis hak asasi manusia mengecam aksi ini karena menganggapnya sebagai pelanggaran HAM. Mereka berpendapat bahwa para korban telah menjadi sasaran eksekusi di luar koridor hukum yang berlaku.
Laporan investigasi dari beberapa organisasi hak asasi manusia menunjukkan bahwa sejumlah korban Petrus sebenarnya bukanlah penjahat, tetapi individu yang tidak memiliki kaitan dengan kejahatan. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya kekeliruan dalam operasi tersebut, yang berdampak pada tewasnya orang-orang yang tidak bersalah. Namun, hingga kini, pemerintah belum pernah membuka secara resmi siapa saja pihak yang terlibat dalam operasi Petrus, sehingga banyak misteri yang belum terungkap sepenuhnya.
Akhir Fenomena Petrus
Fenomena Petrus mulai mereda sekitar akhir tahun 1985. Operasi ini memang berhasil menekan angka kriminalitas dalam waktu singkat, namun juga meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat. Dampak dari operasi ini bertahan lama, bahkan menjadi bagian dari sejarah kelam dalam periode Orde Baru di Indonesia. Alasan pemerintah memilih kekerasan untuk mengatasi kejahatan dan alasan di balik penghentian mendadak aksi penembak misterius masih menjadi tanda tanya besar bagi banyak pihak.
Kesimpulan
Fenomena “penembak misterius” atau Petrus pada era Orde Baru meninggalkan jejak yang kontroversial dalam sejarah Indonesia. Meski mungkin berhasil menekan angka kriminalitas, aksi ini dipandang sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang tak termaafkan. Hingga saat ini, peristiwa Petrus masih menimbulkan perdebatan tentang pendekatan pemerintah dalam menangani masalah kriminalitas dan stabilitas keamanan pada masa itu.
Bagi sebagian orang, Petrus adalah simbol ketegasan Orde Baru dalam memberantas kejahatan, namun bagi yang lain, ia menjadi simbol ketidakadilan dan kebrutalan pemerintahan yang tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk menjaga stabilitas politiknya. Penegakan hukum yang adil dan transparan penting agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia dalam upaya mencegah kriminalitas.
